top of page
Foto 185 jaar-groot.jpg

BELANDA

Pada awal berdirinya, pada tahun 1837, Kongregasi kami merupakan Kongregasi Belanda, yang kemudian secara berangsur-angsur mengembangkan sayap ke tempat-tempat yang pada masa itu disebut daerah misi. Waktu itu Kongregasi hanya memiliki satu Dewan Umum yang berkedudukan di Maastricht.

Pada tahun 1967 struktur ini berubah. Kongregasi dibagi dalam beberapa kawasan yang disebut provinsi, vice provinsi dan regio, yang masing-masing memiliki kepengurusannya sendiri.
Sejak saat itu Dewan Pimpinan Umum-lah yang mengatur serta mewakili Kongregasi sebagai keseluruhan.
Belanda ditetapkan sebagai provinsi dan memiliki Dewan Pimpinan Provinsi.

​

Sejak desentralisasi struktur kepemimpinan pada tahun 1967, Belanda adalah sebuah provinsi yang dipimpin oleh pemimpin provinsi. Namun, selama bertahun-tahun, komunitas Belanda semakin mengecil dan pada 2017 diputuskan untuk mengubah status Provinsi Belanda menjadi wilayah di bawah kepemimpinan regio.

​

Pada tahun 2019, Pemimpin Umum menunjuk para suster sebagai dewan pimpinan regio yaitu:

- Sr. Lisbeth Cicih Ratwasih, pemimpin regio

- Sr. Kitty Andree

- Sr. Angelica van Valkengoed

Menurut data statistik keanggautaan Provinsi Belanda, sebagian besar jumlah anggauta telah berusia lanjut dan tak mampu lagi untuk aktif dalam karya. Dari sebagian kecil yang masih mampu bekerja, kebanyakan bertugas merawat para suster kami sendiri, sehingga tinggal beberapa suster saja yang masih berkarya di masyarakat, seperti dalam paroki, di kawasan pinggiran kota, diantara para pengungsi, mengunjungi mereka yang kesepian, terlibat pada pelayanan di hospis dsb.

​

Sebagai anggota Kongregasi aktif yang muncul dalam abad ke 19, kami, para suster CB, bertahun-tahun berkarya dalam pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan kaum muda. Mereka bekerja di beberapa rumah sakit, sekolah serta mengasuh asrama. Setelah karya-karya tersebut diambil alih oleh Pemerintah, maka keterlibatan kami makin ber kurang. Tekanan karya bergeser ke pelayanan paroki dan pelayanan pastoral. Sampai sekarang secara perorangan beberapa dari kami masih melibatkan diri dalam kegiatan organisasi-organisasi misioner, perdamaian, penampungan pengungsi, aksi menentang perdagangan wanita dsb.

​

Karya misioner diawali dengan keberangkatan sepuluh suster pertama ke Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada tahun 1918, yang berlangsung sampai bertahun-tahun kemudian. Kecuali ke Indonesia, para suster juga diutus sebagai misionaris ke Norwegia, Tanzania dan Filipina.

​

Pada saat ini, kami di provinsi Belanda melibatkan hati dalam karya kerasulan suster-suster kami di negara-negara tersebut, lewat perhatian dan dukungan doa-doa kami. Kami juga tetap melibatkan diri dalam peristiwa-peristiwa dunia, namun sayang kami tak mampu berbuat lain, kecuali membantu dengan doa-doa kami.

​

Dalam sidang Kapitel Provinsi yang diselenggarakan pada tahun 1999, kami merumuskan situasi kami sebagai berikut:

Provinsi Belanda mengalami proses penuaan dengan semakin menyusutnya kekuatan tenaga dan mengakibatkan berkurangnya kemungkinan berkarya . Secara kreatif, kami ingin menggumuli situasi ini sebagai suatu panggilan baru. Menjadi tua sesungguhnya merupakan kesempatan untuk menemukan jalan menuju ke ‘jati diri’ masing-masing dan mengalami bahwa ‘kehadiran’ menjadi lebih utama dari pada ‘bekerja’.Apabila kami berani melihat masa ‘senja’ ini sebagai ruang untuk bertumbuh- kembang, maka inilah sumbangan kami bagi masa depan Kongregasi. Dan ini pulalah yang diharapkan oleh para suster dari kawasan-kawasan lain.

​

Sebagai kelanjutan karya yang telah kami rintis dimasa lalu, kami sebagai provinsi Belanda merasa wajib – sejauh hal itu dimungkinkan – untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi yang tujuannya sejalan dengan tujuan Kongregasi kami. Kelompok-kelompok yang terlupakan oleh pemerintah dan masyarakat, baik di dalam maupun diluar negeri, kebanyakan diserahkan kepada organisasi-organisasi swasta. Kami tetap terbuka untuk membantu proyek-proyek pengembangan, kegiatan mendukung emansipasi wanita, menentang perdagangan wanita dan penyalahgunaan anak-anak, berbagai upaya perdamaian serta berbagai kegiatan sejenis lainnya.

​

Sejak tgl 2 Februari 2009 telah dibentuk Komunitas Internasional/ Multikultural “Stella Maris” di Biara Induk di Maastricht. Pertimbangan pokok untuk mempertahankan Biara induk sebagai pusat Kongregasi, dan mendirikan komunitas Multikultural di Maastricht adalah terutama berhubungan dengan sharing kita tentang warisan spiritualitas kepada sebanyak mungkin orang yang kita jumpai: mereka yang datang ke gereja, mereka yang tidak beriman, mereka yang sedang dalam pencarian, orang-orang sakit dan yang kesepian, mereka yang berbeda iman, anak-anak, kaum muda serta orang-orang tua.

​

Macam-macam kelompok dan pribadi berbeda yang kita jumpai dalam tiga atau empat tahun pertama kehadiran komunitas multikultural “Stella Maris” di Nederland menyadarkan kita bahwa sharing Spiritualitas Kongregasi pada masa kini masihlah relevan. Dengan diberi situasi realistis dari suster-suster kita dan dengan menghadapi situasi dalam Gereja dan masyarakat jaman ini, kita menemukan diri berada dalam kebutuhan yang besar untuk mengalami saat-saat doa; suatu kebutuhan untuk memiliki hidup berkomunitas khususnya diantara kaum muda di sini.

garden.jpg
bottom of page